Viral Oknum Kades di Ciamis Tantang Wartawan, Organisasi Pers Kecam Keras Sikap Intimidatif


CIAMIS, JAWA BARAT, CyberTipikor
— Ketegangan antara aparatur desa dan insan pers kembali mencuat setelah sebuah video dan rekaman percakapan menyebar luas di berbagai grup WhatsApp wartawan di Jawa Barat. Rekaman tersebut memperlihatkan seorang oknum aparatur desa mengeluarkan ujaran bernada intimidatif saat kegiatan di Gelanggang Olahraga (GOR) Desa Sadananya, Kabupaten Ciamis.

Dalam video yang viral itu, terdengar jelas ungkapan provokatif seperti, “Wartawan jeung aing, tanggung jawab aing!” serta “Aing moal mundur ku wartawan, diaduan ku aing!”. Ucapan bernada arogan tersebut memicu kegaduhan dan mendapat perhatian serius dari komunitas pers regional maupun nasional.

Informasi yang dihimpun CyberTipikor menyebutkan bahwa sosok yang berbicara dalam rekaman itu diduga Asep Ari, Kepala Desa Mekarmukti, Kecamatan Cisaga, Kabupaten Ciamis. Sebelum menjabat sebagai kades, Asep diketahui pernah bergabung di salah satu media dan bekerja sebagai wartawan. Namun, alih-alih memahami etika komunikasi, justru muncul pertanyaan publik: apakah pengalaman sebagai mantan wartawan membuatnya merasa berhak menantang insan pers lain?

Sikap tersebut dinilai telah melampaui batas etika aparatur desa yang seharusnya menjunjung tinggi pelayanan publik, transparansi, dan kesantunan. Pernyataan bernada agresif itu bukan sekadar pelecehan verbal, tetapi dipandang sebagai bentuk ancaman terhadap kebebasan pers yang dijamin Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Insiden ini sekaligus memperlihatkan gejala menguatnya “kebal kritik” di tingkat pemerintahan desa, di mana jurnalis diperlakukan layaknya musuh, bukan mitra dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang akuntabel. Ucapan provokatif semacam ini dapat menimbulkan tekanan psikologis bagi wartawan lain dan berpotensi menghambat kerja jurnalistik yang menjadi hak publik.

Kecaman Keras Organisasi Pers

Kepala DPC Forum Pimpinan Redaksi Nasional (FPRN) Jawa Barat, Sintaro, mengecam keras ucapan oknum kades tersebut.

“Tidak ada ruang bagi intimidasi dan ujaran kebencian terhadap jurnalis. Ini serangan langsung terhadap kebebasan pers. Aparat penegak hukum harus memberikan tindakan tegas,” tegas Sintaro (22/11/2025).

Senada dengan itu, Ketua Asosiasi Jurnalis Nusantara Indonesia (AJNI) DPW Jawa Barat, Muhamad Wahidin, menilai bahwa tindakan tersebut bukan hanya tidak etis, tetapi dapat dikategorikan sebagai tindak pidana.

Menurut Wahidin, Pasal 18 ayat (1) UU Pers secara tegas mengatur ancaman pidana kurungan hingga dua tahun dan denda maksimal Rp500 juta bagi siapa pun yang menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik.

“Ini bukan sekadar kata-kata kasar. Ini tindakan yang melawan hukum dan harus ditindak. Kalau dibiarkan, ini preseden buruk bagi masa depan kebebasan pers,” tegasnya.

Seruan Kepada Aparat Penegak Hukum

Komunitas pers dan masyarakat meminta Polres Ciamis segera:

  • Mengusut identitas dan peran oknum aparatur desa dalam insiden tersebut.
  • Mengambil langkah hukum sesuai mekanisme Undang-Undang Pers.
  • Menjamin keamanan dan ruang kerja wartawan tanpa intimidasi.

Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa tekanan verbal maupun fisik terhadap jurnalis adalah ancaman nyata bagi demokrasi. Ketika suara kritis dibungkam, budaya anti-transparansi dan ruang bagi penyalahgunaan kekuasaan akan semakin tumbuh di tubuh pemerintahan desa—dengan masyarakat sebagai pihak yang paling dirugikan.

(Redaksi)

Posting Komentar

0 Komentar