Dugaan Fee Fantastis di Balik Hilangnya Dana Aspirasi DPRD Sumedang


SUMEDANG, CyberTipikor –
Polemik dana aspirasi kembali menyeruak di Kabupaten Sumedang usai viral dalam sidang paripurna DPRD, Kamis (4/9/2025). Isu ini memicu kegelisahan publik lantaran dikaitkan dengan dugaan adanya “fee fantastis” yang disebut-sebut mengalir kepada pimpinan dewan.

Hilangnya Dana Aspirasi, Awal Spekulasi

Hasil penelusuran menunjukkan, dana aspirasi sejatinya merupakan alokasi pembangunan hasil kesepakatan legislatif dan eksekutif melalui APBD. Namun, di Sumedang, pos anggaran tersebut tidak lagi muncul.

Menurut sumber internal yang mengetahui mekanisme penganggaran, hilangnya dana aspirasi ini sudah berlangsung sejak era Bupati Doni Ahmad Munir. Seluruh pelaksanaan pembangunan kini terkonsentrasi di eksekutif, terutama Dinas PUTR.

“Sejak dana aspirasi ditiadakan, muncul dugaan kompensasi yang justru mengalir ke pimpinan dewan,” ujar seorang sumber yang meminta namanya dirahasiakan.

Banparpol Menggantungkan Pertanyaan Baru

Selain dana aspirasi, perhatian publik juga mengarah pada Bantuan Keuangan Partai Politik (Banparpol). Dana yang semestinya digunakan untuk kegiatan partai politik sesuai perolehan suara Pemilu 2024 ini, dinilai rawan penyalahgunaan.

Tahun anggaran 2025 menetapkan Banparpol sebesar Rp3.000 per suara sah, dengan total miliaran rupiah mengalir ke partai-partai besar di DPRD. Misalnya, Golkar menerima Rp429,2 juta, PPP Rp343,7 juta, PDIP Rp311,8 juta, hingga Demokrat Rp94,9 juta.

Meski secara aturan Banparpol tidak boleh disentuh individu dewan, sejumlah kalangan menilai audit ketat mutlak diperlukan. “Publik perlu tahu apakah dana benar-benar sampai untuk kegiatan partai, atau justru ada mekanisme lain di belakang layar,” kata seorang pemerhati kebijakan publik.

Dana Reses: Angka yang Tidak Sinkron

Tak kalah mengundang tanya adalah dana reses. Berdasarkan ketentuan, setiap anggota DPRD berhak atas Rp10,5 juta per kegiatan reses, tiga kali setahun. Namun informasi yang beredar menyebut realisasi yang diterima hanya Rp9,3 juta per kegiatan.

“Jika benar ada selisih, maka harus ada penjelasan kemana dana itu mengalir,” tambah sumber investigasi.

Publik Mendesak Transparansi

Meskipun alur dana aspirasi, Banparpol, dan reses berbeda, kemunculan isu “fee fantastis” membuat publik mendesak adanya investigasi resmi. Spekulasi berkembang: apakah fee terkait hilangnya dana aspirasi, penyalahgunaan Banparpol, atau pemotongan dana reses?

Hingga berita ini diturunkan, DPRD Kabupaten Sumedang belum memberikan klarifikasi resmi atas tudingan dan spekulasi yang berkembang.

Sejumlah kalangan menilai, pengawasan lembaga auditor negara maupun aparat penegak hukum sangat dibutuhkan. “Uang rakyat harus dipertanggungjawabkan secara transparan. Tanpa itu, kepercayaan publik terhadap DPRD bisa terus merosot,” pungkas seorang pengamat politik lokal.

(Rahmat)

Posting Komentar

0 Komentar