Keadilan Tertunda bagi Rizki Akbar, Pemuda Sumedang Korban Kekerasan Keluarga


SUMEDANG, CyberTipikor –
Kasus dugaan penganiayaan yang menimpa seorang pemuda asal Sumedang, Rizki Akbar Nugraha (24), memunculkan sederet tanda tanya soal lambannya penegakan hukum. Rizki mengembuskan napas terakhir pada Senin, 22 September 2025, setelah hampir sepuluh bulan menjalani perawatan intensif di sejumlah rumah sakit akibat luka yang dialaminya.

Peristiwa ini bermula pada 2 Desember 2024 di Desa Cibeusi, Kecamatan Jatinangor. Menurut keluarga, Rizki saat itu datang berkunjung ke rumah ibu tirinya untuk membicarakan urusan aset keluarga. Namun, obrolan belum rampung ketika saudara tirinya diduga mendadak keluar dari kamar dan memukul Rizki secara sepihak.

“Kami langsung bawa ke visum hari itu juga. Besoknya masuk ke Klinik Ar Rahim untuk pengobatan,” kata Asep Sugian, ayah Rizki, saat ditemui CyberTipikor di kediamannya, Rabu (24/9) malam.

Sejak kejadian itu, kondisi Rizki memburuk. Ia harus berpindah-pindah rumah sakit: RS AMC Cileunyi (16 Januari 2025), RSUD Wirahadikusumah (30 Januari), RSUD Sumedang (12 Februari), hingga RS Al Hasna (17 Maret). Akhirnya, pada 19 Maret 2025 Rizki dirujuk ke RSHS Bandung, di mana tim medis melakukan operasi katup jantung dengan biaya mencapai Rp450 juta.

Asep menegaskan bahwa putranya tidak memiliki riwayat penyakit jantung atau penyakit bawaan lain sebelum kejadian. Ia menduga kondisi jantung Rizki memburuk akibat dampak pemukulan yang dialami.

“Visum awal hanya bilang luka ringan di luar. Kami tidak tahu ada luka di dalam tubuhnya. Padahal sampai operasi jantung,” ucap Asep dengan suara bergetar.

Pihak keluarga mengaku sudah melapor ke kepolisian tidak lama setelah kejadian. Namun hingga kini, mereka menilai penanganan kasus ini berjalan lambat.

“Anak saya sudah meninggal dunia. Kami hanya ingin keadilan. Saya berharap pihak berwajib bisa menindaklanjuti sesuai SOP dan pelaku diproses hukum sebagaimana mestinya,” ujar Asep.

Hingga berita ini diturunkan, redaksi masih berupaya meminta konfirmasi dari pihak kepolisian dan pihak keluarga terduga pelaku untuk memastikan perkembangan penyelidikan dan tanggapan mereka.

Kasus ini menyoroti persoalan transparansi hasil visum, efektivitas layanan medis korban kekerasan, serta lambannya proses hukum atas dugaan penganiayaan dalam lingkup keluarga. Lembaga bantuan hukum dan pemerhati korban kekerasan menyebut perkara seperti ini kerap tersendat karena sulitnya pembuktian hubungan antara penganiayaan dengan komplikasi medis yang muncul setelahnya.

Kematian Rizki kini menjadi alarm bagi aparat penegak hukum untuk memastikan keadilan ditegakkan tanpa pandang bulu dan memastikan hak korban beserta keluarga terpenuhi.

(Rahmat Setiawan)

Posting Komentar

0 Komentar