SUMEDANG, CyberTipikor – Sejumlah indikasi dugaan penyimpangan anggaran di tingkat desa kembali menjadi perhatian publik. Praktik penyelewengan dana desa dinilai dapat dikenali dari pola pengelolaan anggaran yang tidak transparan hingga perubahan perilaku aparat pemerintah desa.
Pemerhati kebijakan desa Ketua Generasi (Gerakan Ekonomi Rakyat Anti Korupsi) Wem Askin menyebut bahwa ketidaktransparanan anggaran menjadi tanda utama dugaan korupsi. Hal ini mencakup tidak dibukanya informasi realisasi dana desa, sulitnya masyarakat mengakses dokumen penggunaan anggaran, hingga adanya laporan yang tidak konsisten terkait kegiatan pembangunan.
Selain itu, pola dugaan penyimpangan yang sering ditemukan antara lain mark-up biaya, proyek fiktif, hingga pengadaan barang yang tidak terealisasi. Di beberapa daerah, warga juga melaporkan adanya pengalihan anggaran tanpa prosedur serta kualitas pembangunan fisik yang buruk meski anggaran tercatat terserap sepenuhnya.
Dari sisi perilaku, dugaan korupsi kerap ditandai dengan sikap tertutup kepala desa, minimnya pelibatan masyarakat dalam musyawarah, serta munculnya gaya hidup yang tidak sebanding dengan penghasilan resmi. Di beberapa desa juga dilaporkan adanya pungutan liar dalam pelayanan administrasi masyarakat.
Pengamat tata kelola desa menilai bahwa pengawasan publik menjadi kunci untuk mencegah terjadinya penyimpangan. Masyarakat diimbau aktif memantau pelaksanaan proyek desa, termasuk memeriksa progres pembangunan dan mencocokkannya dengan dokumen anggaran.
Apabila warga menemukan dugaan praktik korupsi, mereka dapat melaporkannya ke lembaga pengawasan seperti KPK, Ombudsman, Inspektorat Daerah, atau aparat penegak hukum setempat dengan menyertakan bukti pendukung seperti lokasi, waktu kejadian, modus, serta potensi kerugian negara.
(Rahmat)

0 Komentar