Refleksi di Balik Kemeriahan HUT RI ke-80: Merdeka yang Belum Sempurna


SUMEDANG, CyberTipikor -
Hiruk pikuk peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80 tampak meriah di berbagai daerah. Bendera merah putih berkibar, pasukan Paskibra tegak gagah, dan lantunan lagu kebangsaan menggema dengan penuh semangat. Namun di balik gegap gempita itu, rakyat masih harus menelan kenyataan pahit: harga kebutuhan pokok terus naik, listrik kian mahal, pajak yang mencekik, sementara angka kemiskinan tak kunjung menurun.

Kondisi ini terasa ironis. Pejabat dan wakil rakyat masih bisa tersenyum lebar, bahkan menambah gaji dan tunjangan, ketika rakyat justru berjuang keras untuk sekadar bertahan hidup. Di tengah semangat efisiensi anggaran, rakyat dipaksa berhemat, sementara DPR justru “menari di atas penderitaan rakyat.”

Lebih jauh lagi, korupsi masih merajalela, hukum berjalan tumpul ke atas namun tajam ke bawah, dan Undang-Undang penting seperti perampasan aset koruptor tak kunjung disahkan. Kemunafikan makin nyata: pejabat korup masih bisa duduk di kursi empuk, tersenyum di atas kesengsaraan rakyat.

Peringatan HUT RI seharusnya menjadi momentum bukan hanya untuk mengenang jasa pahlawan, tetapi juga untuk menegur nurani bangsa ini. Merdeka sejatinya bukan hanya bebas dari penjajahan, tapi juga bebas dari belenggu kemiskinan, ketidakadilan, dan ketimpangan sosial.

Indonesia memang sudah 80 tahun merdeka, tetapi apakah rakyatnya sudah benar-benar merdeka? Pertanyaan ini harus terus digaungkan, agar kemerdekaan tidak hanya dirayakan sebagai seremoni, melainkan diwujudkan dalam kesejahteraan nyata bagi seluruh rakyat Indonesia.

(Rahmat)

Posting Komentar

0 Komentar