SUMEDANG, CyberTipikor – Proyek rehabilitasi ruas jalan Kebonjati–Galudra yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Sumedang Tahun 2025 menuai sorotan tajam. Pekerjaan yang dilaksanakan oleh CV. Haka Mubarok diduga kuat tidak sesuai spesifikasi teknis sehingga memunculkan kekhawatiran terkait kualitas, bahkan berpotensi menimbulkan kerugian negara.
Berdasarkan papan informasi, proyek dengan nomor kontrak 25/01.0044/SP/PPK-BM/DPUTR/VII/2025 tertanggal 31 Juli 2025 ini memiliki nilai anggaran Rp468.721.479 dengan masa pengerjaan 60 hari kalender.
Hasil Investigasi di Lapangan
Tim media menemukan sejumlah kejanggalan dalam pelaksanaan proyek. Jalan dengan panjang 1.000 meter, lebar 2,5 meter, dan tebal 4 cm ternyata menggunakan material koral jagung yang tidak digiling basah, padahal proses tersebut wajib dilakukan untuk menjamin kekuatan lapisan dasar.
Lebih parah lagi, saat pengecekan Minggu malam (14/9/2025), tim mendapati bahwa ketebalan hotmix hanya sekitar 2 cm, jauh di bawah standar jalan kabupaten yang seharusnya minimal 4 cm.
“Bescos sebagai lapisan dasar seharusnya dikerjakan maksimal. Kalau asal-asalan, tentu akan berpengaruh pada kualitas jalan. Jangan sampai proyek yang menggunakan uang rakyat ini hanya bertahan sebentar,” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya, Rabu (10/9/2025).
Kualitas Diragukan, Warga Kecewa
Dengan kondisi dasar yang tidak sesuai serta lapisan hotmix di bawah standar, masyarakat khawatir jalan tersebut akan cepat rusak meski baru saja selesai dikerjakan.
“Kalau begini caranya, masyarakat hanya dapat jalan yang rusak lagi dalam waktu singkat. Padahal dananya tidak kecil, hampir setengah miliar rupiah,” kata sumber lain di lokasi.
Minim Pengawasan dan Potensi Kerugian Negara
Kejanggalan ini memunculkan pertanyaan besar mengenai fungsi pengawasan dari Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) Kabupaten Sumedang. Lemahnya pengawasan membuat kontraktor terkesan bebas bekerja tanpa memperhatikan spesifikasi yang telah ditentukan dalam kontrak.
Jika kualitas pekerjaan benar hanya 50 persen dari yang seharusnya, maka proyek senilai hampir Rp500 juta tersebut jelas berpotensi merugikan keuangan negara. Kondisi ini juga berimplikasi pada penggunaan anggaran yang tidak efektif dan efisien.
(Tim FMST)

0 Komentar