OPINI REDAKSI | Pengawasan Proyek Pemerintah Masih Lemah, Publik Harus Berani Bertindak


SUMEDANG, CyberTipikor -
Pembangunan infrastruktur adalah wajah masa depan negeri ini. Namun wajah itu terlalu sering tercoreng oleh praktik yang bertentangan dengan prinsip akuntabilitas dan tata kelola pemerintahan yang bersih. Kita masih menyaksikan kasus demi kasus yang muncul di sektor proyek fisik pemerintah—mulai dari dugaan penyimpangan spesifikasi, pekerjaan asal-asalan, hingga indikasi penyalahgunaan anggaran. Sementara itu, mekanisme pengawasan yang seharusnya menjadi benteng pertama justru belum berjalan optimal.

Satu hal yang perlu ditegaskan: proyek pembangunan bukan semata urusan kontraktor dan pejabat, melainkan kepentingan publik. Ketika terjadi pelanggaran, kerugian bukan hanya berupa uang negara, tetapi juga kesempatan pembangunan yang terampas, keselamatan publik yang terancam, serta politik anggaran yang dikhianati.

Hukum telah memberikan sanksi tegas kepada para pelaku penyimpangan. Jika terbukti terdapat unsur tindak pidana korupsi, penyelewengan, atau pemalsuan, ancaman hukuman penjara dan denda bukanlah hal yang kecil. Namun pertanyaan yang harus kita ajukan hari ini adalah: apakah aparat bergerak cukup cepat? Apakah lapisan pengawasan berjalan sesuai harapan?

Kita tidak bisa menutup mata bahwa publik memiliki peran kunci. Kini sudah tersedia jalur pelaporan resmi seperti LAPOR!, KPK Whistleblower’s System (KWS), hingga kanal pengaduan kementerian terkait. Tetapi seberapa banyak masyarakat yang benar-benar berani menggunakannya? Dan apakah setiap laporan ditangani secara terbuka dan profesional?

Di tengah keresahan itu, suara civil society tidak boleh diabaikan. Ketua Umum Gerakan Ekonomi Rakyat Anti Korupsi (Generasi), Wem Askin, dengan tegas menyatakan bahwa pengawasan pembangunan bukan hanya tanggung jawab negara.

“Media dan masyarakat adalah garda terdepan pengawasan. Jangan biarkan pelanggaran kecil berubah menjadi kerugian besar. Laporkan setiap dugaan penyimpangan melalui kanal resmi,” ujarnya.

Pernyataan itu menegaskan sesuatu yang selama ini sering kita lupakan: kontrol sosial adalah bagian integral dari demokrasi. Media, terlebih media investigatif, terbukti mampu mengungkap kasus yang luput dari perhatian aparat maupun birokrasi. Di momen seperti ini, independensi pers kembali menjadi harapan publik.

Kita percaya bahwa pembangunan bukan hanya tentang menambah panjang jalan atau tinggi bangunan, tetapi juga sejauh mana negara menjunjung transparansi. Maka, pengawasan harus diperkuat. Pemerintah tidak boleh alergi terhadap kritik, laporan publik harus diproses serius, dan media harus tetap berdiri di garis depan.

Jika pengawasan melemah, maka penyimpangan akan tumbuh tanpa batas. Tetapi ketika publik bersuara, ketika media bekerja, ketika kanal pelaporan dimanfaatkan sepenuhnya, maka pembangunan bisa kembali kepada tujuan hakikinya: kesejahteraan rakyat.

Redaksi yakin: hanya dengan keberanian dan keterbukaan, kita bisa menjaga proyek negara dari tangan-tangan yang ingin mengkhianati amanah publik.

(Rahmat)

Posting Komentar

0 Komentar